Wednesday, April 22, 2015

TANAMAN TRANSGENIK

Tanaman transgenik merupakan tanaman yang memiliki gen atau telah disisipi gen dari organisme lain, dan dapat pula disebut sebagai Genetically Modified Organism (organisme yang termodifikasi secara genetik). Secara sederhana, modifikasi genetik dapat didefinisikan sebagai transfer bahan genetik dari spesies yang berbeda (tumbuhan, bakteri atau hewan) atau dari gen yang disintesis secara kimiawi ke dalam tanaman sasaran.
Tanaman transgenik merupakan salah satu hasil dari rekayasa genetika, dimana sebagian besar rekayasa atau modifikasi sifat tanaman dilakukan untuk mengatasi kebutuhan pangan penduduk dunia yang semakin meningkat dan juga permasalahan kekurangan gizi manusia, sehingga pembuatan tanaman transgenik juga menjadi bagian dari pemuliaan tanaman.

Sejarah
Ø  Transformasi genetik yang berhasil pada tanaman barley dan gandum baru terjadi pada pertengahan 1990-an.
Ø  Tanaman transgenik pertama yang berhasil diproduksi dan dipasarkan adalah jagung dan kedelai. Keduanya diluncurkan pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1996.

Pembuatan Tanaman Transgenik
Ø  Pembuatan tanaman transgenik umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu. Misal, pada proses membuat jagung Bt tahan hama, para pakar bioteknologi memanfaatkan gen bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun mematikan bagi hama tertentu. Dimana gen Bt ini kemudian disisipkan ke rangkaian gen tanaman jagung, sehingga tanaman resipien (jagung) akan mewarisi sifat toksik terhadap hama dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt).
Ø  Untuk menyisipkan sebuah gen pada sel tumbuhan, kita membutuhkan vektor tertentu. Vektor adalah organisme yang berfungsi sebagai kendaraan pembawa materi genetik yang akan disisipkan. Sel tumbuhan tidak memiliki plasmid seperti bakteri sehingga pilihan vektor yang berpotensi untuk memasukkan gen ke dalam sel tanaman juga terbatas. Sejauh ini, vektor terbaik untuk menyisipkan gen pada tanaman adalah Agrobacterium tumefaciens. Hal ini karena bakteri tersebut memiliki Ti-plasmid (Tumor Inducing Plasmid) yang dapat berintegrasi ke dalam DNA tumbuhan.

Gambar. Ilustrasi penyisipan gen pada tanaman.
Gambar dari: Biology, 7th Edition, Raven dkk, New York: McGraw Hill Higher Education (2005).


Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menyisipkan gen pada suatu sel tanaman:
  1. Ti-Plasmid yang terdapat pada bakteri Agrobacterium dikeluarkan dari sel bakteri Agrobacterium kemudian dipotong dengan menggunakan enzim endonuklease restriksi.
  2. Isolasi DNA pengkode protein (gen) yang kita inginkan dari organisme tertentu.
  3. Sisipkan gen yang kita inginkan tersebut pada plasmid dan rekatkan dengan enzim DNA ligase.
  4. Masukkan kembali plasmid yang sudah disisipi gen ke dalam bakteri Agrobacterium.
  5. Plasmid yang sudah tersisipi gen akan terduplikasi pada bakteri Agrobacterium.
  6. Selanjutnya, bakteri akan masuk ke dalam sel tanaman dan mentransfer gen.
  7. Kemudian, sel tanaman akan membelah. Tiap-tiap sel anak akan memperoleh gen baru dalam kromosom dari sel tanaman dan membentuk sifat/karakteristik yang baru (yang sesuai dengan gen yang disisipkan).
Proses transformasi gen pada plasmid ke sel tanaman dan proses perbanyakan (multiplikasi) sel-sel tanaman dapat kita simak pada gambar di bawah.

Gambar. Transformasi gen pada plasmid ke sel tanaman.
Gambar dari: An Introduction to genetic analysis, Griffiths dkk, New York: W.H. Freeman (1996).

Dari gambar di atas, dapat diamati bahwa bakteri yang telah terintegrasi dengan Ti-plasmid akan dimasukkan ke dalam potongan kecil dari sel tanaman/eksplan (misalnya potongan kecil dari daun). Metode untuk memasukkan DNA plasmid yang terdapat pada sel bakteri ke dalam sel tanaman ini disebut dengan transformasi. Di sini, gen pengkode protein tertentu yang sudah bergabung pada Ti Plasmid akan tersisip pada kromosom tanaman.
Selanjutnya, eksplan yang sudah memiliki gen tertentu tersebut akan dikulturkan/dibiakkan secara in vitro (di luar tubuh tanaman, misalnya pada cawan petri). Eksplan dari tanaman tersebut akan tumbuh menjadi kalus (kumpulan sel) yang dapat diinduksi untuk membentuk batang dan akar. Kalus ini akan tumbuh menjadi plantlet (tanaman kecil). Plantlet kemudian akan tumbuh menjadi individu tanaman transgenik yang bisa ditanam di tanah.
Untuk mendeteksi gen pengkode protein tertentu yang kita inginkan sudah masuk atau belum ke dalam suatu tanaman, kita membutuhkan tes/ujicoba. Misalnya, jika yang kita sisipkan itu adalah gen pengkode kanamycin, kita dapat memasukkan kanamycin ke dalam suatu medium dan meletakkan sel tanaman yang sudah disisipi gen pengkode kanamycin. Tanaman yang sudah tersisipi gen pengkode kanamycin akan tumbuh di medium tersebut, sedangkan sel tanaman yang tidak tersisipi tidak akan tumbuh dalam medium tersebut.


Manfaat tanaman transgenik
Ø  Tanaman transgenik dapat menghasilkan jenis tanaman baru yang tahan terhadap kondisi pertumbuhan yang ekstrim seperti lahan kering, lahan yang berkadar garam tinggi dan suhu lingkungan yang ekstrim.
Contoh kedelai yang tahan herbisida dapat mempertahankan kondisi bebas gulamnya hanya dengan separuh dari jumlah herbisida yang digunakan secara normal.
Ø  Tanaman transgenik dapat meningkatkan sifat-sifat fungsional yang dikehendaki, seperti mereduksi sifat atau daya alergi (toksisitas), menghambat pematangan buah, kadar pati yang lebih tinggi serta daya simpan yang lebih panjang.
Misalnya, kentang yang telah mengalami teknologi rDNA, kadar patinya menjadi lebih tinggi sehingga akan menyerap sedikit minyak bila goreng (deep fried). Dengan demikian akan menghasilkan kentang goreng dengan kadar lemak yang lebih rendah.
Ø  Meningkatkan atau membuat sifat-sifat tertentu pada tanaman yang dikehendaki, misalnya meningkatkan kadar protein atau lemak serta meningkatkan kadar fitokimia dan kandungan gizi.
Kekurangan gizi yang nyata adalah kekurangan vitamin A, yodium, besi dan zink. Untuk menanggulanginya, dapat dilakukan dengan menyisipkan gen khusus yang mampu meningkatkan senyawa-senyawa tersebut dalam tanaman. Contohnya telah dikembangkan beras yang memiliki kandungan betakaroten dan besi sehingga mampu menolong orang yang mengalami defisiensi senyawa tersebut dan mencegah kekurangan gizi pada masyarakat (Mahmud, 2011).

Resiko Tanaman Transgenik
Ø  Tanaman transgenik dapat mempengaruhi kesehatan manusia yaitu dapat menjadi alergen (senyawa yang menimbulkan alergi) baru bagi manusia.
Untuk menanggapi hal tersebut, para peneliti menyatakan bahwa sebelum suatu tanaman transgenik diproduksi secara massal, akan dilakukan berbagai pengujian potensi alergi dan toksisitas untuk menjamin agar produk tanaman tersebut aman untuk dikonsumsi. Apabila berpotensi menyebabkan alergi, maka tanaman transgenik tersebut tidak akan dikembangkan lebih lanjut.
Ø  Berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem.
Salah satunya adalah terbentuknya hama atau gulma super (yang lebih kuat atau resisten) di lingkungan. Kekhawatiran ini terlihat jelas pada perdebatan mengenai jagung Bt yang memiliki racun Bt untuk membunuh hama lepidoptera berupa ngengat dan kupu-kupu tertentu. Ada kemungkinan hama yang ingin dibunuh dapat beradaptasi dengan tanaman tersebut dan menjadi hama yang lebih tahan atau resisten terhadap racun Bt. Selain itu, kupu-kupu Monarch, yang bukan merupakan hama jagung, ikut terkena dampak berupa peningkatan kematian akibat memakan daun tumbuhan perdu (Asclepias) yang terkena serbuk sari dari jagung Bt.
Ø  Timbulnya perpindahan gen secara tidak terkendali dari tanaman transgenik ke tanaman lain di alam melalui penyerbukan (polinasi). Serbuk sari dari tanaman transgenik dapat terbawa angin dan hewan hingga menyerbuki tanaman lain. Akibatnya, dapat terbentuk tumbuhan baru dengan sifat yang tidak diharapkan dan berpotensi merugikan lingkungan.
Ø  Ketergantungan petani kepada produsen untuk membeli produk tanaman transgenic. Mengembangkan produk transgenik membutuhkan biaya yang besar dan umumnya dilakukan oleh perusahaan swasta maupun pemerintah di negara maju. Untuk mengembalikan biaya investasi perusahaan dan melindungi produk hasil investasinya, tanaman transgenik yang telah diproduksi akan dipatenkan. Pemberlakuan paten pada produk transgenik dapat mengakibatkan petani kehilangan kemampuan memproduksi benih secara mandiri dan harus membeli pada produsen dari negara maju. Ketergantungan para petani terhadap produsen semakin meningkat dengan ditemukannya teknologi "gen bunuh diri". Sebagian tanaman transgenik disisipi "gen bunuh diri" yang menyebabkan tanaman hanya bisa ditanam satu kali dan biji keturunan selanjutnya bersifat mandul (tidak dapat berkembang biak). Hal ini akan menyebabkan terjadinya arus modal dari negara berkembang ke negara maju untuk pembelian bibit transgenik setiap kali akan melakukan penanaman.
Kekhawatiran terhadap tanaman transgenik memunculkan “Surat Terbuka Ilmuwan Dunia kepada Seluruh Pemerintah Dunia”. Surat tertanggal 21 Oktober 1999 itu ditandatangani 136 ilmuwan dari 27 negara. Isinya, antara lain meminta penghentian segera seluruh pelepasan tanaman rekayasa genetika dan juga produk rekayasa gen. Alasannya, tanaman transgenik tidak memberikan keuntungan. Hasil panennya secara signifikan rendah dan butuh lebih banyak herbisida. Makin memperkuat monopoli perusahan atas bahan pangan dan memiskinkan petani kecil. Mencegah perubahan mendasar pada upaya pertanian berkelanjutan yang dapat menjamin keamanan pangan dan kesehatan dunia (Suyono,2001).
Temuan terbaru menunjukkan, penyebaran horizontal gen penanda dan DNA transgenik lainnya dapat terjadi, tak hanya melalui sistem pencernaan, melainkan juga lewat saluran pernapasan karena mengirup serbuk sari atau debu. Cauliflower mosaic viral promoter yang banyak digunakan dalam tanaman transgenik dapat meningkatkan transfer gen secara horisontal dan berpotensi menghasilkan virus baru yang menyebarkan penyakit baru (Berita Bumi, 1999).



0 comments:

Post a Comment