Tanaman transgenik merupakan
tanaman yang memiliki gen atau telah disisipi gen dari organisme lain, dan
dapat pula disebut sebagai Genetically Modified Organism (organisme yang
termodifikasi secara genetik). Secara sederhana, modifikasi genetik dapat didefinisikan
sebagai transfer bahan genetik dari spesies yang berbeda (tumbuhan, bakteri
atau hewan) atau dari gen yang disintesis secara kimiawi ke dalam tanaman
sasaran.
Tanaman transgenik merupakan
salah satu hasil dari rekayasa genetika, dimana sebagian besar rekayasa atau
modifikasi sifat tanaman dilakukan untuk mengatasi kebutuhan pangan penduduk
dunia yang semakin meningkat dan juga permasalahan kekurangan gizi manusia, sehingga
pembuatan tanaman transgenik juga menjadi bagian dari pemuliaan tanaman.
Sejarah
Ø Transformasi genetik yang berhasil pada
tanaman barley dan gandum baru terjadi pada pertengahan 1990-an.
Ø Tanaman transgenik pertama yang
berhasil diproduksi dan dipasarkan adalah jagung dan kedelai. Keduanya
diluncurkan pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1996.
Pembuatan Tanaman Transgenik
Ø Pembuatan tanaman transgenik umumnya
diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu. Misal, pada proses
membuat jagung Bt tahan hama, para pakar bioteknologi memanfaatkan gen bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil
racun mematikan bagi hama tertentu. Dimana gen Bt ini kemudian disisipkan ke
rangkaian gen tanaman jagung, sehingga tanaman resipien (jagung) akan mewarisi
sifat toksik terhadap hama dari bakteri Bacillus
thuringiensis (Bt).
Ø Untuk menyisipkan sebuah gen pada sel
tumbuhan, kita membutuhkan vektor tertentu. Vektor adalah organisme yang
berfungsi sebagai kendaraan pembawa materi genetik yang akan disisipkan. Sel
tumbuhan tidak memiliki plasmid seperti bakteri sehingga pilihan vektor yang
berpotensi untuk memasukkan gen ke dalam sel tanaman juga terbatas. Sejauh ini,
vektor terbaik untuk menyisipkan gen pada tanaman adalah Agrobacterium
tumefaciens. Hal ini karena bakteri tersebut memiliki Ti-plasmid (Tumor
Inducing Plasmid) yang dapat berintegrasi ke dalam DNA tumbuhan.
Gambar.
Ilustrasi penyisipan gen pada tanaman.
Gambar dari: Biology, 7th Edition, Raven dkk, New York: McGraw Hill Higher
Education (2005).
Berikut ini adalah
langkah-langkah dalam menyisipkan gen pada suatu sel tanaman:
- Ti-Plasmid yang terdapat pada
bakteri Agrobacterium dikeluarkan dari sel bakteri Agrobacterium
kemudian dipotong dengan menggunakan enzim endonuklease restriksi.
- Isolasi DNA pengkode protein (gen)
yang kita inginkan dari organisme tertentu.
- Sisipkan gen yang kita inginkan
tersebut pada plasmid dan rekatkan dengan enzim DNA ligase.
- Masukkan kembali plasmid yang
sudah disisipi gen ke dalam bakteri Agrobacterium.
- Plasmid yang sudah tersisipi gen
akan terduplikasi pada bakteri Agrobacterium.
- Selanjutnya, bakteri akan masuk ke
dalam sel tanaman dan mentransfer gen.
- Kemudian, sel tanaman akan
membelah. Tiap-tiap sel anak akan memperoleh gen baru dalam kromosom dari
sel tanaman dan membentuk sifat/karakteristik yang baru (yang sesuai
dengan gen yang disisipkan).
Proses transformasi
gen pada plasmid ke sel tanaman dan proses perbanyakan (multiplikasi) sel-sel
tanaman dapat kita simak pada gambar di bawah.
Gambar.
Transformasi gen pada plasmid ke sel tanaman.
Gambar dari: An Introduction to genetic analysis, Griffiths dkk, New York: W.H.
Freeman (1996).
Dari gambar di atas, dapat diamati bahwa bakteri yang telah
terintegrasi dengan Ti-plasmid akan dimasukkan ke dalam potongan kecil dari sel
tanaman/eksplan (misalnya potongan kecil dari daun). Metode untuk memasukkan
DNA plasmid yang terdapat pada sel bakteri ke dalam sel tanaman ini disebut
dengan transformasi. Di sini, gen
pengkode protein tertentu yang sudah bergabung pada Ti Plasmid akan tersisip
pada kromosom tanaman.
Selanjutnya, eksplan yang sudah memiliki gen tertentu
tersebut akan dikulturkan/dibiakkan secara in vitro (di luar tubuh
tanaman, misalnya pada cawan petri). Eksplan dari tanaman tersebut akan tumbuh
menjadi kalus (kumpulan sel) yang dapat diinduksi untuk membentuk batang dan
akar. Kalus ini akan tumbuh menjadi plantlet (tanaman kecil). Plantlet kemudian
akan tumbuh menjadi individu tanaman transgenik yang bisa ditanam di tanah.
Untuk mendeteksi gen pengkode protein tertentu yang kita
inginkan sudah masuk atau belum ke dalam suatu tanaman, kita membutuhkan
tes/ujicoba. Misalnya, jika yang kita sisipkan itu adalah gen pengkode kanamycin,
kita dapat memasukkan kanamycin ke dalam suatu medium dan meletakkan sel
tanaman yang sudah disisipi gen pengkode kanamycin. Tanaman yang sudah
tersisipi gen pengkode kanamycin akan tumbuh di medium tersebut,
sedangkan sel tanaman yang tidak tersisipi tidak akan tumbuh dalam medium
tersebut.
Manfaat tanaman transgenik
Ø Tanaman transgenik dapat menghasilkan
jenis tanaman baru yang tahan terhadap kondisi pertumbuhan yang ekstrim seperti
lahan kering, lahan yang berkadar garam tinggi dan suhu lingkungan yang
ekstrim.
Contoh kedelai yang
tahan herbisida dapat mempertahankan kondisi bebas gulamnya hanya dengan
separuh dari jumlah herbisida yang digunakan secara normal.
Ø Tanaman transgenik dapat meningkatkan
sifat-sifat fungsional yang dikehendaki, seperti mereduksi sifat atau daya
alergi (toksisitas), menghambat pematangan buah, kadar pati yang lebih tinggi
serta daya simpan yang lebih panjang.
Misalnya, kentang
yang telah mengalami teknologi rDNA, kadar patinya menjadi lebih tinggi
sehingga akan menyerap sedikit minyak bila goreng (deep fried). Dengan demikian
akan menghasilkan kentang goreng dengan kadar lemak yang lebih rendah.
Ø Meningkatkan atau membuat sifat-sifat
tertentu pada tanaman yang dikehendaki, misalnya meningkatkan kadar protein
atau lemak serta meningkatkan kadar fitokimia dan kandungan gizi.
Kekurangan gizi yang nyata adalah
kekurangan vitamin A, yodium, besi dan zink. Untuk menanggulanginya, dapat
dilakukan dengan menyisipkan gen khusus yang mampu meningkatkan senyawa-senyawa
tersebut dalam tanaman. Contohnya telah dikembangkan beras yang memiliki
kandungan betakaroten dan besi sehingga mampu menolong orang yang mengalami
defisiensi senyawa tersebut dan mencegah kekurangan gizi pada masyarakat
(Mahmud, 2011).
Resiko Tanaman Transgenik
Ø Tanaman transgenik dapat mempengaruhi
kesehatan manusia yaitu dapat menjadi alergen (senyawa yang menimbulkan alergi)
baru bagi manusia.
Untuk menanggapi hal
tersebut, para peneliti menyatakan bahwa sebelum suatu tanaman transgenik
diproduksi secara massal, akan dilakukan berbagai pengujian potensi alergi dan
toksisitas untuk menjamin agar produk tanaman tersebut aman untuk dikonsumsi. Apabila
berpotensi menyebabkan alergi, maka tanaman transgenik tersebut tidak akan
dikembangkan lebih lanjut.
Ø Berpotensi mengganggu keseimbangan
ekosistem.
Salah satunya adalah
terbentuknya hama atau gulma super (yang lebih kuat atau resisten) di
lingkungan. Kekhawatiran ini terlihat jelas pada perdebatan mengenai jagung Bt
yang memiliki racun Bt untuk membunuh hama lepidoptera berupa ngengat dan
kupu-kupu tertentu. Ada kemungkinan hama yang ingin dibunuh dapat beradaptasi
dengan tanaman tersebut dan menjadi hama yang lebih tahan atau resisten
terhadap racun Bt. Selain itu, kupu-kupu Monarch, yang bukan merupakan hama
jagung, ikut terkena dampak berupa peningkatan kematian akibat memakan daun
tumbuhan perdu (Asclepias) yang terkena serbuk sari dari jagung Bt.
Ø Timbulnya perpindahan gen secara tidak
terkendali dari tanaman transgenik ke tanaman lain di alam melalui penyerbukan
(polinasi). Serbuk sari dari tanaman transgenik dapat terbawa angin dan hewan
hingga menyerbuki tanaman lain. Akibatnya, dapat terbentuk tumbuhan baru dengan
sifat yang tidak diharapkan dan berpotensi merugikan lingkungan.
Ø Ketergantungan petani kepada produsen
untuk membeli produk tanaman transgenic. Mengembangkan produk transgenik membutuhkan
biaya yang besar dan umumnya dilakukan oleh perusahaan swasta maupun pemerintah
di negara maju. Untuk mengembalikan biaya investasi perusahaan dan melindungi
produk hasil investasinya, tanaman transgenik yang telah diproduksi akan
dipatenkan. Pemberlakuan paten pada produk transgenik dapat mengakibatkan
petani kehilangan kemampuan memproduksi benih secara mandiri dan harus membeli
pada produsen dari negara maju. Ketergantungan para petani terhadap produsen semakin
meningkat dengan ditemukannya teknologi "gen bunuh diri". Sebagian tanaman
transgenik disisipi "gen bunuh diri" yang menyebabkan tanaman hanya
bisa ditanam satu kali dan biji keturunan selanjutnya bersifat mandul (tidak
dapat berkembang biak). Hal ini akan menyebabkan terjadinya arus modal dari
negara berkembang ke negara maju untuk pembelian bibit transgenik setiap kali
akan melakukan penanaman.
Kekhawatiran terhadap tanaman transgenik memunculkan “Surat
Terbuka Ilmuwan Dunia kepada Seluruh Pemerintah Dunia”. Surat tertanggal 21
Oktober 1999 itu ditandatangani 136 ilmuwan dari 27 negara. Isinya, antara lain
meminta penghentian segera seluruh pelepasan tanaman rekayasa genetika dan juga
produk rekayasa gen. Alasannya, tanaman transgenik tidak memberikan keuntungan.
Hasil panennya secara signifikan rendah dan butuh lebih banyak herbisida. Makin
memperkuat monopoli perusahan atas bahan pangan dan memiskinkan petani kecil.
Mencegah perubahan mendasar pada upaya pertanian berkelanjutan yang dapat
menjamin keamanan pangan dan kesehatan dunia (Suyono,2001).
Temuan terbaru menunjukkan, penyebaran horizontal gen
penanda dan DNA transgenik lainnya dapat terjadi, tak hanya melalui sistem
pencernaan, melainkan juga lewat saluran pernapasan karena mengirup serbuk sari
atau debu. Cauliflower mosaic viral
promoter yang banyak digunakan dalam tanaman transgenik dapat meningkatkan
transfer gen secara horisontal dan berpotensi menghasilkan virus baru yang
menyebarkan penyakit baru (Berita Bumi, 1999).
0 comments:
Post a Comment